Pada tahun 1945, ketika Jepang hancur lebur oleh bom atom yang dijatuhkan sekutu di Hirosyima dan Nagasaki, Kaisar Jepang saat itu, Hirohito (bertakhta 1926-1989) mengemukakan sebuah pertanyaan yang lebih mengguncang dari ledakan bom atom.
Saat itu, Kaisar Hirohito bertanya singkat kepada para pembantu dan menterinya yang menghadap untuk melaporkan tentang banyaknya rakyat Jepang yang mati dan sekarat karena terkena radiasi bom atom, pertanyaan yang diajukan Hirohito adalah, “Ada Berapa guru yang hidup?”
Pembantu kaisar dan menteripun terkejut bukan kepalang, seorang Jenderal mengajukan tanya,
“Mengapa paduka menanyakan jumlah guru yang hidup?” Mendengar tanya itu, Kaisar Hirohito terdiam dan belum bereaksi.
Sang Jenderal melanjutkan protesnya,
“Yang Mulia, saya sebagai tentara keberatan atas pertanyaan Yang Mulia. Mengapa justru guru yang Yang Mulia tanyakan, dan bukan tentara? Banyak sekali tentara kita yang meninggal di Laut Cina Selatan, di Borneo, Celebes, Papua, Burma, dan lain-lain. Mereka mati untuk membela Tanah Air dan Kaisar.”
Dengan bijaksana, Kaisar Hirohito menanggapi,
“Tuan-tuan, apabila profesi-profesi yang lain tidak saya tanyakan, harap Tuan-tuan tidak tersinggung. Saya tahu banyak tentara kita yang gugur, dan kita semua bersedih karena hal tersebut.”
Hirohito terdiam sejenak lalu melanjutkan, “Tapi mengapa saya justru menanyakan berapa guru yang masih hidup di Jepang, Hal ini ini karena melalui para guru, Jepang akan cepat bangkit kembali.”
“Seperti kita saksikan bersama, hampir semua pabrik kita hancur, banyak pakar kita yang mati, dan sekarang negeri ini hancur dan lumpuh. Kita harus kembali mulai membangun negeri ini dari nol, dan hanya melalui gurulah kita dapat membangun kembali negeri ini.”
Lanjut Hirohito.
“Mari kita benahi pendidikan kita melalui guru-guru yang kita punyai dan masih hidup. Melalui kerja keras kita, terutama guru-guru, saya yakin Jepang akan bangkit kembali, bahkan akan lebih hebat dari kemampuan kita sebelum perang terjadi.”
“Selama masih banyak guru yang hidup, saya yakin masih ada kesempatan bagi bangsa kita untuk bangkit dari kekalahan dan mengejar ketertinggalan!” Ujar Hirohito dengan penuh keyakinan.
Ia memerintahkan menteri pendidikannya untuk menghitung jumlah guru yang tinggal dan masih hidup. Satu sumber menyebutkan bahwa jumlah guru yang tersisa di Jepang pada saat itu adalah sebanyak 45.000 orang. Sejak itu, Kaisar Hirohito gerilya mendatangi para guru yang tinggal itu dan memberi perintah juga arahan. Rakyat Jepang sangat menjunjung titah dari Kaisar ini dan dilaksanakan dengan penuh komitmen dan konsekuen.
Ada lima perintah atau arahan yang harus dilaksanakan oleh para guru dan dipercaya dapat membangkitkan serta memajukan negara Sakura ini kelak:
- Pertama, guru harus melaksanakan pendidikan yang bermutu.
- Kedua, guru harus disiplin dari murid.
- Ketiga, guru harus lebih pintar dari murid.
- Keempat, pendidikan itu harus bisa menuntun industri.
- Kelima, Saya akan kirimkan sebagian anda ke luar negeri, pelajari dengan benar dan bawa pulang ke jepang.
Pemerintah Jepang sendiri kini juga konsen dengan bantuan belajar luar negeri bagi guru, misalnya dengan beasiswa Monbukagakusho berupa training (pelatihan) guru Indonesia. Ini adalah kesempatan emas bagi guru Indonesia yang ingin menjadi guru yang lebih baik. Beasiswa ini sengaja dirancang khusus agar guru dapat meningkatkan kualitas pengajaran sesuai dengan bidangnya. Selain diberikan pelatihan dalam cara mengajar, juga dibimbing membuat rencana belajar mengajar yang lebih efektif dan menarik minat siswa, serta pelatihan lain yang dapat meningkatkan kualitas dan kemampuan para guru.
sumber:
https://apung.wordpress.com
http://aceh.tribunnews.com/2015/08/27/guru-belajar-dari-kebangkitan-jepang
Comments
Post a Comment